top news bay_info

Sabtu, 31 Maret 2012

Soe Hok Gie

Buat kalian yang sudah menonton film GIE atau kalian yang mahasiswa pasti sudah mengenal seorang mahasiswa UI angkatan 1966  bernama "Soe Hok Gie". Ia adalah seorang aktivis yang diduga berpengaruh besar dalam tumbangnya rezim Soekarno dan ia adalah orang pertama yang berani mengkritik rezim Orde Baru. Soe Hok Gie seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983). Ia pun aktif menulis untuk beberapa surat koran pada masa itu, dan pada postingan ini saya akan memberi beberapa kata - kata bijak dari seorang Soe Hok Gie, yaitu :
  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
  • To be a human is to be destroyed.
  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
  • Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
Soe Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Hilangnya Gie dari dunia bukanlah akhir dari dirinya karena karyanya akan selalu menjadi inspirasi pemuda dunia.



Resensi :

Jumat, 30 Maret 2012

Hukuman bagi pembeli CD bajakan


Bandung- CD bajakan adalah hasil dari kejahatan pelanggaran hak cipta. Namun di negara ini peredaran CD bajakan sulit dihilangkan, karena banyaknya masyarakat kita yang berkerja sebagai pedagang CD bajakan di pinggir jalan. Selayaknya mahasiswa yang belajar di Fakultas Hukum, sudah sepatutnya  para mahasiswa Fakultas Hukum Unpad mengetahui bahwa membeli CD bajakan termasuk dalam pelanggaran tindak pidana dan hak cipta. Masalah memperbanyak suatu karya cipta pencipta atau pemegang hak cipta tanpa seizin pemegang hak cipta, dalam kasus ini adalah CD bajakan sudah diatur dalam UU No.19 Tahun 2009 tentang Hak Cipta.
Dalam pasal 72 ayat 1 UU No.19 Tahun 2009 menyebutkan “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
Dengan kata lain pelaku pembajakan (pedagang CD bajakan) itu sendiri sudah melanggar UU Hak Cipta, begitu pula dengan barang dagangannya yang merupakan hasil kejahatan (penadahan). Dalam KUH Pidana Pasal 480 disebutkan “jika seseorang dengan sengaja menadah barang hasil kejahatan dapat dipidana penjara selama – lamanya empat tahun atau denda sebanyak – banyaknya sembilan ratus rupiah”.
Sudah selayaknya sebagai mahasiswa Fakultas Hukum menyadari hal itu, namun jika dilihat sehari – hari masih banyak mahasiswa yang membeli CD bajakan. Berikut adalah hasil wawancara dengan salah satu mahasiwa Fakultas Hukum Unpad :


Wartawan : “apa anda pernah membeli CD bajakan ?”
Mahasiswa : “pernah, mungkin bisa dikatakan sering”
Wartawan : “mengapa anda membeli CD bajakan dan tidak membeli CD yang original ?”
Mahasiswa : “karena saya menonton film hanya sekali dan dengan harga CD bajakan yang jauh lebih murah dari CD original, saya tidak merasa terlalu rugi”.
Wartawan : “jika harga CD bajakan tidak terlalu jauh dengan harga CD original, apakah anda tetap membeli CD bajakan ?”
Mahasiswa : “masih membeli CD bajakan, karena CD bajakan lebih up date dibandingkan yang CD original”
Wartawan : “apakah anda sebagai mahasiswa hukum mengetahui bahwa membeli CD bajakan merupakan tindak kejahatan ?”
Mahasiswa : “mengetahuinya, namun jika ditinjau lagi harga CD bajakan lebih terjangkau”
Wartawan : “apa anda tidak takut akan sanksi dari pelanggaran hak cipta ?”
Mahasiswa : “tidak takut, karena pelaku pembajakan sendiri masih banyak dan penindakan hukumnya sendiri kurang tegas”.


Dari hasil wawancara tadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan membeli CD bajakan di kalangan mahasiswa atau masyarakat Indonesia sendiri masih dianggap lumrah karena berbagai faktor dan salah satunya adalah kurang tegasnya pemerintah dalam menangani kasus perdagangan CD bajakan di Indonesia. (BG)


Resensi :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73).
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Kamis, 29 Maret 2012

Demokrasi di Indonesia

Demokrasi adalah pemerintahan yg seluruh rakyatnya turut serta memerintah dng perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat. Pada sejarahnya  Namun sebenarnya demokrasi apa yang berlaku di Indonesia ?, di Indonesia menganut demokrasi yang bernama Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah  demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi dalam doktrin Manipol USDEK disebut pula sebagai demokrasi terpimpin merupakan demokrasi yang berada dibawah komando Pemimpin Besar Revolusi kemudian dalam doktrin repelita yang berada dibawah pimpinan komando Bapak Pembangunan arah rencana pembangunan daripada suara terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga-lembaga negara.

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang diambil dari berbagai unsur kebudayaan bangsa, itulah salah satu yang membedakan Demokrasi di Indonesia dengan demokrasi di negara lain. Ada beberapa ciri - ciri dari Demokrasi Pancasila yaitu :
  • pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi
  • adanya pemilu secara berkesinambungan
  • adanya peran-peran kelompok kepentingan
  • adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas.
  • Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk menyelesaikan masalah.
  • ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.

Selain itu ada beberapa prinsip pokok demokrasi Pancasila, seperti :
  1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia
  2. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
  3. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR atau lainnya
  4. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
  5. Pelaksanaan Pemilihan Umum
  6. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
  7. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
  8. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
  9. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
  10. Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945

Namun jika kita amati apakah semua prinsip itu, masih banyak prinsip yg dianggap tidak terlaksana, seperti dalam hal adanya partai politik dan organisasi sosial politik yang berfungsi menyalurkan aspirasi rakyat. Hal ini belum sepenuhnya terjadi, jika kita amati para anggota DPR yang berasal dari berbagai Partai Politik. Mereka yang seharusnya duduk dalam Gedung DPR untuk menjadi wakil para rakyat, namun pada kenyataannya masih banyak dari mereka yang malah memperkaya diri sedangkan rakyat masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Selain itu meski aksi menyampaikan aspirasi di depan umum (demo) sudah diatur dalam UUD 1945, pada kenyataannya masih banyak aspirasi mereka yang tidak didengarkan oleh pemerintah, dalam pelaksanaan aksi demo banyak para demonstran yang menjadi bulan - bulanan para polisi sehingga aksi demonstrasi seperti hal yang melanggar tindak pidana. Jika demokrasi di negara ini seperti ini terus maka tidak menutup kemungkinan jika Indonesia akan mengalami masa Mobokrasi. Mobokrasi sendiri adalah pemerintahan yg dipegang dan dipimpin oleh rakyat jelata yg tidak tahu seluk-beluk pemerintahan atau dengan kata lain masa dimana rakyat yang sudah tidak mempercayai pada pemerintah. Mobokrasi sendiri sudah terjadi di berbagai negara di dunia, seperti Mesir, Suriah, Sudan, Yunani, dll. Apakah Indonesia akan menyusul ? mungkin itu semua tergantung pada sikap pemerintah kita yang apa masih mendengar keluh kesah rakyatnya.













Referensi: 

Minggu, 11 Maret 2012

Hukuman pelaku pemalsu tanda tangan

Memalsukan tanda tangan pasti bukan hal yang aneh untuk sebagian kalangan yang kegiatan rutinnya membutuhkan tanda tangan, namun tahukah anda ? bahwa jika kita memalsukan sebuah tanda tangan dapat dipidanakan. Menurut R. Soesilo “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasalada beberapa hal yang dapat membuat seseorang dipidanakan jika memalsukan sebuah tanda tangan, yaitu sebagai berikut :
a.         Dapat menerbitkan hak, misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil dan lainnya.
b.        Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa dan sebagainya.
c.         Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang, misalnya kwitansi atau surat semacam itu; atau
d.        Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa, misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, dan masih banyak lagi.

Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 ayat 1 berbunyi “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
Perbuatan memalsukan tanda tangan mungkin  sudah dianggap lumrah bagi sebagian kalangan mahasiswa dalam kegiatan absen, seperti menitip absen kepada teman atau membuat surat sakit palsu. Namun jika perbuatan ini dianggap lumrah maka akibatnya akan fatal saat mereka sudah memasuki dunia kerja, akan banyak hal – hal yang berhubungan dengan tanda tangan dianggap hal yang “sepele” atau mudah. Jadi apakah anda para generasi muda akan selalu meneruskan kebiasaan buruk menirukan tanda tangan ?

Sabtu, 10 Maret 2012

Apakah Polisi Memiliki Kewenangan Memukul Demonstran ?


Pertanyaan :
Apa yang menyebabkan polisi memukul demonstran, apakah polisi memiliki kewenangan memukul demonstran? Mengapa polisi dikasih pentungan saat mengamankan demonstrasi, bukankah itu nantinya akan menyebabkan pemukulan terhadap demonstran dengan berkedok pengamanan, dan bukankah pemukulan merupakan perbuatan penganiayaan? Aturan yang mengizinkan polisi bawa pentungan ada tidak? Kalau ada aturannya apa? Mohon sekalian diberikan aturannya? Mohon dibalas, terima kasih sebelumnya.


Jawaban :

 Hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum memang dilindungi oleh konstitusi, yakni dalam Pasal 28E UUD 1945Lebih jauh mengenai mekanisme pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (“UU 9/1998”).

Memang, dalam pelaksanaannya, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi) dapat menimbulkan kericuhan dan diperlukan adanya pengamanan. Untuk itu, pemerintah memberikan amanat kepada Polri dalam Pasal 13 ayat (3) UU 9/1998 yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Terkait pelaksanaan demonstrasi sebagai perwujudan penyampaian pendapat di muka umum kemudian ditetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (“Perkapolri 9/2008”) sebagai pedoman dalam rangka pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dan pedoman dalam rangka pemberian standar pelayanan, pengamanan kegiatan dan penanganan perkara (dalam penyampaian pendapat di muka umum, agar proses kemerdekaan penyampaian pendapat dapat berjalan dengan baik dan tertib (lihat Pasal 2 Perkapolri 9/2008).

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara (demonstrasi), aparatur pemerintah (dalam hal ini Polri) berkewajiban dan bertanggung jawab untuk (Pasal 13 Perkapolri 9/2008):
a.      melindungi hak asasi manusia;
b.      menghargai asas legalitas;
c.      menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d.      menyelenggarakan pengamanan.

Sehingga, dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum harus selalu diperhatikan tindakan petugas yang dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum (Pasal 23 ayat [1] Perkapolri 9/2008);
a.      terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b.      terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c.      terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.

Dan perlu diperhatikan bahwa pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).

Melihat kondisi di lapangan pada saat terjadi demonstrasi, memang kadangkala diperlukan adanya upaya paksa. Namun, ditentukan dalam Pasal 24 Perkapolri 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya:
a.      tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b.      keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c.      tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;
d.      tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
e.      tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f.       melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;

Di samping itu, ada peraturan lain yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaituPeraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (“Protap Dalmas”). Aturan yang lazim disebut Protap itu tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif. Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa. Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur. Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.

Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas
Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas:
1.         bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa
2.         melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur
3.         membawa peralatan di luar peralatan dalmas
4.         membawa senjata tajam dan peluru tajam
5.         keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan
6.         mundur membelakangi massa pengunjuk rasa
7.         mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila, memaki-maki pengunjuk rasa
8.         melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan

Di samping larangan, Protap juga memuat kewajiban. Yang ditempatkan paling atas adalahkewajiban menghormati HAM setiap pengunjuk rasa. Tidak hanya itu, satuan dalmas juga diwajibkan untuk melayani dan mengamankan pengunjuk rasa sesuai ketentuan, melindungi jiwa dan harta, tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai, dan patuh pada atasan.

Jadi, pada prinsipnya, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk memukul demonstran.

B.      Pemukulan yang dilakukan oleh aparat yang bertuga mengamankan jalannya demonstrasi adalah bentuk pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Terkait dengan hal tersebut, dapat dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk ditelusuri apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan prosedur pengamanan demonstrasi.


C.     Mengenai tongkat yang dibawa oleh aparat, memang berdasarkan Peraturan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara (“Perkapolri 8/2010”)¸aparat diperlengkapi antara lain dengan tameng sekat, tameng pelindung, tongkat lecut, tongkat sodok, kedok gas, gas air mata, dan pelontar granat gas air mata. Tongkat Lecut adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 2 (dua) cm dengan panjang 90 (sembilan puluh) cm yang dilengkapi dengan tali pengaman pada bagian belakang tongkat, aman digunakan untuk melecut/memukul bagian tubuh dengan ayunan satu tangan kecepatan sedang. Sedangkan tongkat sodok adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 3 (tiga) cm dengan panjang 200 (dua ratus) cm, aman digunakan untuk mendorong massa yang akan melawan petugas (lihat Pasal 1 angka 14 dan 15 Perkapolri 8/2010) .

Jadi, memang aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi diperlengkapi dengan dua macam tongkat sebagaimana tersebut di atas yang digunakan selama pengamanan jalannya demonstrasi namun tidak membahayakan bagi demonstran.
Sumber Berita :