I |
su pembubaran pengadilan Tipikor di daerah – daerah dianggap oleh sebagian kalangan menjadi sebuah bentuk kepanikan atau emosional dari para penguasa negara. Hal ini pula yang menjadi perbincangan dibeberapa Fakultas Hukum Perguruan Tinggi, begitu juga dengan Fakultas Hukum Unpad.
Pada selasa 29 November 2011, diadakan kajian mengenai “Pembubaran Pengadilan Tipikor” di Ruang Audiotorium Lantai 4 Gedung Perpusatakaan Mochtar Koesoematmadja. Dalam kajian ini yang menjadi pembicara adalah dua orang dosen, yaitu Bapak Tajudin dan Ibu Lani. Banyaknya vonis bebas yang diputuskan pada pengadilan Tipikor dianggap menjadi penyebab keraguan masyarakat pada pengadilan Tipikor. Menurut Bapak Tajudin, “permasalahan ini mungkin diakibatkan oleh hakim yang berkerja kurang maksimal”. Pendapat beliau juga pernah diucapkan oleh ketua MK Mahmud MD yang dikutip oleh bapak Tajudin, yang mengatakan pengadilan Tipikor harus dibubarkan karena dianggap tidak profesional.
Jika ditinjau kembali, pada pembentukannya dahulu pengadilan Tipikor sudah menuai banyak kontroversi, karena pada UU KPK pasal 53 dianggap tidak sah. Ketidak sahan ini dikarenakan KPK yang sebagai lembaga membentuk lembaga kembali. Pengadilan Tipikor di daerah pada awal pembentukannya diharapkan dapat mempercepat proses peradilan. Dalam wawancaranya dengan Liputan 6, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin mengatakan, "Akan mengkaji kembali undang-undang ini (UU Tipikor). Dan, akan mencoba mengusulkannya di dalam penyempurnaan atau perubahan UU Tipikor kita ke depan, agar [Pengadilan Tipikor] terpusat kembali ke Jakarta," di Jakarta, Ahad (6/11). Ungkapan ini pun sama dengan solusi yang diberikan oleh Bapak Tajudin dan Ibu Lani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar